MENGENAL TANAMAN TEH (Camellia sinensis L.)
Tanaman teh merupakan tanaman subtropis yang sejak
lama telah dikenal dalam peradaban manusia.Penanaman botani tanaman ini
memiliki sejarah sendiri.
Dalam buku Species Plantarum, menamakan
tanaman ini sebagai Thea sinensis. Kemudian, selama bertahun-tahun,
diperkenalkan dua nama ilmiah oleh para ahli botani, yaitu Camellia
thea di India dan Sri Lanka dan Cohen Stuart dari Indonesia menggunakan
nama Camellia theiufera. Tetapi sekarang terdapat ke-seragaman nama
ilmiah untuk tanaman ini yaitu Camellia sinensis (L) yang
diperkenalkan oleh O. Kuntze (Eden, 1956). Tanaman teh termasuk marga (genus) Camelia dari
famili Theaceae.
Menurut Graham
(1984), tanaman teh (Camellia sinensis) diklasifikasikan sebagai berikut.
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Sub Kelas
: Dialypetalae
Ordo
: Clusiales
Familia
: Theaceae
Genus
:
Camellia
Spesies
: Camellia sinensis
Iklim untuk budidaya teh yang tepat yaitu dengan curah
hujan tidak kurang dari 2.000 mm/tahun. Tanaman memerlukan matahari yang cerah.
Suhu udara harian tanaman teh adalah 13-25o C.Kelembaban kurang dari 70%.
Untuk media tanamnya jenis tanah yang cocok untuk teh adalah Andasol, Regosol,
dan Latosol. Namun teh juga dapat dibudidayakan di tanah podsolik (Ultisol),
Gley Humik, Litosol, dan Aluvia. Teh menyukai tanah dengan lapisan atas yang
tebal, struktur remah, berlempung sampai berdebu, dan gembur. Derajat kesamaan
tanah (pH) berkisar antara 4,5 sampai 6,0. Berdasarkan ketinggian tempat, kebun
teh di Indonesia dibagi menjadi tiga daerah yaitu dataran rendah sampai 800 m
dpl, da-taran sedang 800-1.200 m dpl, dan dataran tinggi lebih dari 1.200 m
dpl. Per-bedaan ketinggian tempat menyebabkan perbedaan pertumbuhan dan
kualitas teh. Ketinggian tempat tergantung dari klon, teh dapat tumbuh di
dataran rendah pada 100 m dpl sampai ketinggian lebih dari 1000 m dpl
(Setyamidjadja, 2000).
Persiapan lahan dimulai dengan pembongkaran
tunggul-tunggul dan pohon sampai ke akar agar tidak menjadi sumber
penyakit akar. Lahan yang digunakan untuk penanaman baru dapat berupa hutan
belantara, semak belukar atau lahan pertanian lain, yang telah diubah dan
dipersiapkan bagi tanaman teh. Secara umum urutan kerja persiapan
lahan bagi penanaman baru adalah sebagai berikut.
1.
Survey dan
pemetaan tanah
Survey dan pemetaan
tanah perlu dilakukan karena berguna dalam me-nentukan sarana dan prasarana
yang akan dibangun seperti jalan-jalan kebun untuk transportasi
dan kontrol, pembuatan fasilitas air, serta pembuatan peta kebun dan peta
kemampuan lahan.
2.
Pembongkaran
pohon dan tunggul
Pelaksanaan
Pembongkaran pohon dan tunggul dapat dilakukan dengan tiga cara berikut.
a. Pohon dan tunggul dibongkar langsung secara tuntas
sampai keakar-akarnya, agar tidak menjadi sumber penyakit akar bagi tanaman
teh. Pohon dapat dimatikan terlebih dahulu sebelum
dibongkar dengan cara pengulitan pohon (ring barking), mulai dari batas
permukaan tanah sampai setinggi 1m. setelah 6-12 bulan, pohon akan kering dan
mati.
c. Pohon dimatikan dengan penggunaan racun kimia
atau aborosida seperti Natrium arsenat atau Garlon 480
P. Pada cara ini kulit batang dikupas berkeliling selebar 10-20cm, pada
ketinggian 50-60 cm dari atas tanah, kemudian diberikan racun dengan dosis 1,5
g/cm lingkaran batang. Pohon akan mati setelah 6-12 bulan, yaitu setelah
cadangan pati dalam akar habis. Batang ditebang pada batang leher akar dan
tunggul ditimbun sedalam 10 cm dengan tanah.
3.
Pembersihan
semak belukar dan gulma
Setelah dilaksanakan
pembongkaran dan pembuangan pohon, semak belukar dibabat, kemudian digulung
kemudian dibuang ke jurang yang tidak ditanami teh, atau ditumpuk di pinggir
lahan yang akan ditanami. Sampah tersebut tidak boleh dibakar karena pembakaran
akan merusak keadaan teh, membunuh mikroorganisme tanah yang berguna, dan akan
membakar humus tanah, sehingga akan menyebabkan tanah menjadi
tandus. Pembersihan gulma dapat juga menggunakan bahan kimia yaitu
herbisida dengan dosis yang telah tercantum dalam merk dagang.
4.
Pengolahan
tanah
Maksud pengolahan tanah
adalah mengusahakan tanah menjadi subur, gembur dan bersih dari sisa-sisa akar
dan tunggul, serta mematikan gulma yang masih tumbuh. Areal yang akan ditanami
dicangkul sebanyak dua kali. Pencangkulan pertama dilakukan sedalam 60 cm untuk
menggemburkan tanah, membersihkan sisa-sisa akar dan gulma. Sedangkan
pencangkulan kedua dilakukan setelah 2-3 minggu pencangkulan pertama, dilakukan
sedalam 40 cm untuk maratakan lahan.
5.
Pembuatan jalan
dan saluran drainase
Setelah pengolahan
selesai selanjutnya dilakukan pengukuran dan pematokkan. Ajir/patok
dipasang setiap jarak 20 m, baik kearah panjang maupun kearah lebar. Dengan demikian
akan terbentuk petakan-petakan yang berukuran 20m x 20m atau seluas 400 m2.
Selesai membuat petakan
selanjutnya pembuatan jalan kebun. Dalam pembuatan jalan kebun ini hendaknya
dipertimbangkan faktor kemiringan lahan serta faktor pekerjaan pemeliharaan dan
pengangkutan pucuk. Dengan demikian jalan kebun dibuat secukupnya, tidak
terlalu banyak yang menyebabkan tanah terbuang dan tidak terlalu sedikit
sehingga menyulitkan pelaksanaan pekerjaan di kebun (Darmawijaya, 1977).
Tanaman teh dapat diperbanyak secara generative
maupun secara vegetative. Pada perbanyakan secara generative digunakan bahan
tanam asal biji, sedangkan perbanyakan secara vegetative digunakan bahan
tanaman asal setek berupa klon.Biji yang baik ditandai dengan beberapa ciri,
antara lain:
a.
Kulit biji
berwarna hitam dan mengkilap.
b.
Berisi penuh,
dengan isi biji berwarna putih.
c.
Mempunyai berat
jenis yang lebih besar dari pada air, sehingga apabila dimasukkan kedalam air
akan tenggelam.
d.
Mempunyai bentuk
dan ukuran yang normal.
e.
Tidak terserang
penyakit, cendawan ataupun kepik biji.
Biji yang dipungut untuk dijadikan benih adalah biji
yang telah jatuh ke tanah, dikumpulkan secara teratur setiap hari, benih
yang digunakan adalah benih yang baik. Sebaiknya biji segera disemai karena
daya kecambah biji teh cepat menurun dan biji teh mudah menjadi busuk.
1.
Penyemaian biji
Persiapan lahan untuk
persemaian harus dilaksanakan 6 bulan sebelum penyemaian benih. Tanah
dibersihkan dan dicangkul sedalam 30 cm, ke-mudian dibuat bedengan. Diantara
bedengan dibuat saluran drainase untuk membuang kelebihan air. Bedengan diberi
atap naungan miring timur-barat dengan sudut kemiringan 300. Pengecambahan
biji dimaksudkan untuk memperoleh biji yang tumbuh seragam dan serempak
sehingga memudahkan pemindahannya kepersemaian bibit atau ke kantong
plastik.
2.
Pemeliharaan
dipersemaian bibit asal biji
Untuk memperoleh bibit
yang baik, yang tumbuh subur dan sehat serta terhindar dari gangguan hama dan
penyakit, bibit dipersemaian harus dijaga dengan baik.
Pemeliharaan bibit
terdiri atas:
- · Penyiraman
- · Penyulaman
- · Penyiangan
- · Pemupukan
- · Pengendalian hama dan penyakit
- · Pengaturan naungan
3.
Pemindahan bibit
ke lapangan
Setelah bibit berumur dua
tahun, benih yang mempunyai ukuran lebih besar dari pensil, dapat dibongkar
untuk dipindahkan ke kebun.
Cara pembongkaran bibit
adalah sebagai berikut:
a. Dua minggu sebelum bibit dibongkar, batang dipotong
setinggi 15-20 cm dari permukaan tanah.
b. Bibit dibongkar dengan cara mencangkul tanah
disekitar bibit sedalam 60 cm, selanjutnya dicabut dengan hati-hati, akar
tunggang dan akar se-rabut yang terlalu panjang bisa dipotong.
c. Bibit ini disebut bibit stump, yang sebaiknya
ditanam segera pada hari itu juga di kebun yang telah dipersiapkan.
d. Bibit yang ukuran batangnya lebih kecil dari pensil
sebaiknya tidak di-gunakan.
Pertanaman teh diarahkan pada cara memperoleh
produksi yang tinggi dan mantap, sehingga perusahaan perkebunan teh menjadi
lebih efisien. Hal ini sulit dicapai apabila digunakan bahan tanam asal biji.
Karena biji merupakan hasil per-silangan yang dapat menimbulkan perubahan sifat
pada keturunannya.
Pembibitan menggunakan stek merupakan cara yang
paling cepat untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah yang banyak, dan jenis
klon yang di-tentukan dapat dipastikan sifat keunggulannya sama dengan
induknya. Untuk memperoleh hasil pembibitan setek berupa setek bibit yang
baik, diperlukan adanya perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan yang baik dan
tepat waktu.
Adapun
lokasi untuk pembibitan, diantaranya:
1)
Lokasi terbuka,
drainase tanah baik dan tidak becek.
2)
Dekat dengan
sumber air, untuk keperluan penyiraman.
3)
Dekat dengan
sumber tanah, untuk mengisi polibag.
4)
Lebih baik bila
lahan melandai kearah timur, agar mendapat sinar matahari pagi.
5)
Dekat dengan
jalan agar memudahkan dalam pengawasan dan peng-angkutan ke lokasi yang akan
ditanami.
Media tanah untuk setek terdiri dari tanah lapisan
atas (topsoil) dan lapisan bawah (subsoil). Syarat-syarat subsoil yang baik
adalah mengandung liat yang relatif tinggi sehingga dapat menahan ataupun
menyerap air lebih lama, kan-dungan pasir tidak boleh lebih dari 30%, dan bahan
organik maksimal 10%. Serta pH ta-nah 4,5 – 5,6. Mengingat pentingnya
penggunaan media yang steril untuk persemaian guna untuk membantu terciptanya
bibit yang sehat dan layak untuk dikem-bangkan. Karena suatu kondisi media
persemaian merupakan salah satu faktor dalam menentukan keberberhasilan ataupun
kegagalan bibit yang dihasilkan.
Tanah disimpan selama 4-6 minggu dalam bangunan
penyimpanan, dan tanah harus tetap dalam keadaan lembab. Setelah disimpan,
ayaklah tanah menggunakan ayakan kawat yang berdiameter ± 1 cm. sebelum media
tanah di-masukkan kedalam kantong plastik, terlebih dahulu dicampur dulu dengan
pupuk, fungisida dan tawas. Bahan campuran dan dosis untuk media tanah
dapat dilihat pada Tabel 1.
Adapun pengambilan ranting stek
atau stekres mulai dapat diambil 4 bulan setelah pemangkasan. Tanda
bahwa setekres matang ialah apabila pangkal stekres sepanjang ± 10 cm
sudah menunjukkan warna coklat. ranting dipotong dengan pisau tajam. Satu
stek terdiri dari satu lembar daun dengan ruas sepanjang 0.5
cm diatas dan 3-4 cm dibawah buku. Setek ditampung dalam satu tempat yang
berisi air bersih. Stek tidak boleh direndam lebih dari 30 menit. Dari satu
ranting stek hanya digunakan bagian tengahnya saja dan rata-rata diperoleh 3-4
stek yang baik untuk dijadikan bibit.
No
|
Bahan
Campuran
|
Dosis
per m3 Tanah
|
Keterangan
|
|
Topsoil
|
Subsoil
|
|||
1
2
3
4
5
6
|
TSP
KCl
Dithane
M 45/Manzate/Vandozep
Tawas
Vapam
Basamid
|
500 g
500 g
400 g
600 g
250
ml
150 g
|
-
-
300 g
1000
g
250
ml
150 g
|
Fumigan
Fumigan
|
Sumber:
Setyamidjaja (2000).
Penanaman setek:
a.
Satu hari
sebelum setek ditanam, kantong plastik/polibag yang sudah berisi tanah disiram
dengan air bersih sampai cukup basah.
b.
Setek dicelupkan
dalam larutan Dithane M 45 0,2% selama 1 menit dan Atonik 0,025% selama 2
menit.
c.
Setek ditanam
dengan mengarah daun ke tangan si penanam. Arah daun miring ke atas
dan tidak boleh saling menutupi satu sama lain.
d.
Setelah itu
disiram kembali dengan air bersih secara hati-hati agar setekan tidak goyah.
e.
Bedengan ditutup
dengan sungkup plastik
f.
Sungkup
plastik ditutup selama 3-4 bulan tergantung pertumbuhan bibit, dan hanya
dibuka untuk keperluan pemeliharaan saja setelah itu segera ditutup kembali
(setelah pemeliharaan selesai)
Langkah-langkah
penanaman setek sebagai berikut:
a.
Siapkan polibag
berukuran 12cm x 25cm yang sudah berlubang agar memudahkan untuk membuang
kelebihan air.
b.
Isi kantong
plastik dengan media tanah yang sudah dibuat lebih awal dan telah matang.
1/3 bagian diisi dengan tanah bawah dan 2/3 bagian diisi dengan tanah bagian
atas.
c.
Ambil setek teh
yang sudah dipersiapkan dan memenuhi syarat selanjutnya ditanam dalam polibag
tersebut (Chasandoerjat, 1969).
Dalam penanaman, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah penentuan jarak tanam yang tepat, pengajiran, pembuatan lubang
tanam, teknik penanaman dan penanaman tanaman pelindung yang diperlukan.
Menurut
Puslitbun Gambung (1992), jarak tanam yang dianjurkan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Kemiringan
tanah
|
Jarak
tanan
cm x
cm x cm
|
Jumlah
tanaman per ha
|
Keterangan
|
Datar – 15%
15–30%
> 30%
Batas tertentu
|
120 x
90
120 x
75
120 x
60
120x60x60
|
9.260
11.110
13.888
18.500
|
Baris tunggal lurus
Baris tunggal lurus
Kontur
Baris berganda
|
Pembuatan
lubang tanam dilakukan 1-2 minggu sebelum dilakukan penanaman. Lubang tanam
yang dibuat tepat di tengah-tengah diantara dua ajir. Ukuran lubang
tanamnya adalah:
·
Untuk bibit
asal stump biji: 30 cm x 30 cm x 40 cm.
·
Untuk bibit stek
dalam kantong plastik: 20 cm x 20 cm x 40 cm.
Ada
dua kegiatan dalam proses penanaman, yaitu:
1.
Pemberian pupuk
dasar
Pupuk dasar yang
dianjurkan terdiri atas Urea 12,5 g + TSP 5 g + KCl 5 g per
lubang. Apabila pH tanah diatas 6, maka lubang tanam diberikan belerang
murni (belerang cirrus) sebanyak 10-15 g per lubang.
2.
Cara penanaman
a. Menanam bibit stump
Bibit stump biasanya ditanam pada umur 2
tahun. Bibit ditanam dengan cara dimasukkan ke dalam lubang tanam, persis
di tengah-tengah lubang, dengan leher akar tepat dipermukaan tanah. Selanjutnya
lubang tanam ditimbun dan dipadatkan dengan diinjak. Bibit tidak boleh miring
dan tanah di sekitar lubang tanam diratakan.
b. Menanam bibit asal stek
Mula-mula kantong plastik disobek pada bagian
bawah dan sampingnya untuk memudahkan melepaskan bibit dari plastik. Ujung
kantong plastik bagian bawah yang telah sobek ditarik keatas sehingga bagian
bawah kantong plastik terbuka . selanjutnya bibit dipegang dengan
tangan kiri, disanggga dengan belahan bambu, kemudian dimasukkan ke dalam
lubang, sementara tangan kanan menimbun lubang dengan tanah yang berada
di sekitar lubang dengan menggunakan kored.
Adapun untuk penanaman pohon pelindung atau pohon
naungan pertanaman teh terdiri atas pohon pelindung sementara dan pohon
pelindung tetap. Untuk dataran rendah dan sedang, pohon pelindung sangat
diperlukan oleh tanaman teh agar pertumbuhannya baik. Jenis – jenis pohon
pelindung, yaitu :
1)
Pohon pelindung
sementara
Pohon
pelindung sementara adalah pupuk hijau
seperti Theprosia sp. Atau Crotalaria sp.
Penanaman
pohon pelindung sementara dilakukan setelah penanaman teh selesai. Kebutuhan
benih pupuk hijau tersebut adalah 10 kg-12 kg/ha.
2)
Pohon pelindung
tetap
Penanaman pohon
pelindung tetap diutamakan untuk daerah dengan ketinggian kurang dari 1.000 m
dpl. Penggunaan pohon pelindung tetap bukan jenis Leguminoceae, ini
tidak dianjurkan. Jenis pelindung yang akan ditanam harus dipilih yang memenuhi
persyaratan sebagai pelindung, yaitu memilki mahkota yang baik,
perakarannya dalam dan kuat, dan resistensinya terhadap serangan hama atau
penyakit baik.
Agar
pohon pelindung tetap berfungsi baik pada tanaman teh, pohon pelindung harus
sudah dapat melindungi tanaman teh pada saat tanaman teh berumur 2-3 tahun.
Untuk itu, pohon pelindung sebaiknya ditanam satu tahun sebelum dilakukan
penanaman teh.
1.
Pemeliharaan dan
pemangkasan
Tanaman teh yang belum
menghasilkan mendapat naungan sementara dari tanaman pupuk hijau
seperti Crotalaria sp. atau Theprosia sp. Namun sementara
ini biasa ditanam selang dua baris dari tanaman teh, dan pada umur sekitar enam
bulan tingginya telah mencapai lebih dari satu meter. Agar tanaman pupuk hijau
ini tidak mengganggu pertumbuhan tanaman teh, perlu dilakukan pemangkasan.
Pemangkasan dilakukan pada tinggi 50 cm dan sisa pangkasan dihamparkan sebagai
mulsa disekitar tanaman. Pemangkasan tanaman pupuk hijau dilakukan setiap enam
bulan sekali yaitu pada waktu musim hujan. Jangan melakukan pemangkasan pada
musim kemarau karena pada saat itu tanaman teh muda membutuhkan naungan.
2.
Pengendalian gulma
Pengendalian teh di
perkebunan teh merupakan salah satu kegiatan rutin yang sangat penting dalam
pemeliharaan tanaman teh. Populasi gulma yang tumbuh tidak terkendali, akan
merugikan tanaman teh karena terjadinya persaingan di dalam memperoleh unsur hara,
air, cahaya matahari, dan ruang tumbuh. Jenis-jenis gulma tertentu diduga pula
mengeluarkan senyawa racun (allelopati) yang membahayakan tanaman
Teh.
Gulma akan menimbulkan
masalah besar terutama pada areal tanaman teh muda atau pada areal tanaman teh
produktif yang baru dipangkas. Hal ini sebabkan sebagian besar permukaan tanah
terbuka dan secara langsung mendapatkan sinar matahari, sehingga perkecambahan
maupun laju per-tumbuhan berbagai jenis gulma berlangsung sangat cepat.
Pengendalian gulma pada pertanaman teh bertujuan untuk menekan serendah mungkin
kerugian yang ditimbulkan akibat gulma, sehingga diperoleh laju pertumbuhan
tanaman teh dan produksi pucuk yang maksimal.
3.
Pengendalian
Hama dan Penyakit
Penyakit cacar yang disebabkan oleh jamur Exobasidium
VexansMassaeberasal dari Assam, India. Untuk pertama kalinya penyakit ini
ditemukan di Indonesia pada tahun 1949, yaitu di perkebunan Bah Butong,
Sumatera Utara. Sejak saat ini penyakit cacar meluas ke hampur seluruh
perkebunan teh di Indonesia, dan menjadi penyakit yang paling merugikan,
terutama untuk kebun-kebun teh di dataran tinggi. Penyakit cacar dapat
mengakibatkan kehilangan hasil sampai dengan 40% dan penurunan kuallitas teh
jadi, yang ditandai berkurangnya kandungan theaflavin, thearubigin, kafein,
substansi polimer tinggi, dan fenol total pucuk.
Intensitas serangan 28% sudah dapat
mengakibatkan penurunan kualitas teh jadi, sedangkan kehilangan hasil baru
dapat terjadi pada intensitas serangan 35%. Sampai saat ini tindakkan pengendalian
penyakit cacar yang paling umum dilakukan di kebun-kebun teh adalah penggunaan
fungisida sintetik, terutama fungisida tembaga, karena dianggap sebagai suatu
teknik pengendalian yang efektif, praktis, dan ekonomis. Pada umumnya pekebun
merasa puas dengan hasil yang diperoleh, sehingga kurang memperhatikan dampak
negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan fungisida tembaga. Kenyataan
bahwa penggunaan fungisida tembaga dapat memacu per-kembangan populasi tungau
atau Brevipalpus phoenicis (Martosupono, 1985).
Pemetikan adalah pemungutan hasil
pucuk tanaman teh yang memenuhi syarat-syarat pengolahan. pemetikan berfungsi
pula sebagi usaha membentuk kondisi tanaman agar mampu berproduksi tinggi
secara berkesinambungan. Panjang pendeknya periode pemetikan ditentukan oleh
umur dan kecepatan pembentukan tunas, ketinggian tempat, iklim dan kesehatan
tanaman. Pucuk teh di petik dengan periode antara 6-12 bulan. Teh hijau Jepang
dipanen dengan frekuensi yang lebih lama yaitu 55 hari sekali.
Di samping faktor luar dan dalam, kecepatan pertumbuhan tunas baru
dipengaruhi oleh daun-daun yang tertinggal pada perdu yang biasa disebut daun
pemeliharaan. Tebal lapisan daun pemeliharaan yang optimal adalah 15-20 cm,
lebih tebal atau lebih tipis dari ukuran tersebut pertumbuhan akan terhambat.
kecepatan pertumbuhan tunas akan mempengaruhi beberapa aspek pemetikan, yaitu:
jenis pemetikan, jenis petikan, daur petik, pengaturan areal petikan,
pengaturan tenaga petik, dan pelaksanaan pemetikan.
Beberapa istilah perlu diketahui baik dalam
pemetikan maupun dalam menentukan rumus-rumus pemetikan. Istilah-istilah
tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Peko adalah
kuncup tunas aktif berbentuk runcing yang terletak pada ujung pucuk, dalam
rumus petikan tertulis dengan huruf p.
2)
Burung adalah
tunas tidak aktif berbentuk titik yang terletak pada ujung pucuk dalam rumus
petik tertulis dengan huruf b.
3)
Kepel adalah dua
daun awal yang keluar dari tunas yang sebelahnya tertutup sisik. Sisik ini
segera berguguran apabila daun kepel mulai tumbuh. Mula-mula tumbuh daun kecil
berbentuk lonjong, licin, tidak bergerigi, biasa disebut kepel ceuli.
Selanjutnya kepel ceuli diikuti oleh pertumbuhan sehelai daun kepel yang lebih
besar yang disebut kepel licin. Setelah daun-daun ini terbentuk, baru diikuti
oleh pertumbuhan daun yang bergerigi atau normal. Daun kepel ini dalam rumus
petikan ditulis dengan huruf k.
4)
Daun
biasa/normal adalah daun yang tumbuh setelah terbentuk daun-daun kepel,
berbentuk dan berukuran normal serta sisinya bergerigi. Dalam rumus petik
ditulis dengan angka 1,2,3,4 dan seterusnya tergantung beberapa helai daun yang
terdapat pada pucuk tersebut.
5)
Daun muda adalah
daun yang baru terbentuk tetapi belum terbuka seluruhnya, dan dalam rumus
pemetikan ditulis dengan huruf m mengikuti angka (1m, 2m, 3m).
6)
Daun tua adalah
daun yang berwarna hijau gelap, terasa keras, dan bila dipatahkan berserat.
Dalam rumus pemetikan ditulis dengan huruf t mengikuti angka (1t, 2t,
3t).
7)
Manjing adalah
pucuk yang telah memenuhi syarat sesuai dengan sistem pemetikan yang telah
ditentukan.
Macam
dan rumus petikan adalah sebagai berikut:
a.
Petikan
imperial: bila yang dipetik hanya kuncup peko (p + 0).
b.
Petikan pucuk
pentil: bila yang dipetik peko dan satu lembar daun dibawahnya (p + 1m).
c.
Petikan halus:
bila yang dipetik peko dengan satu lembar atau dua lembar daun burung dengan
satu lembar daun muda (p + 1m, b + 1m).
d.
Petikan medium:
bila yang dipetik peko dengan dua lembar atau tiga lembar daun muda dan pucuk
burung dengan satu, dua atau tiga lembar daun muda ( p + 2m, p + 3m, b + 1m, b
+ 2m, b + 3m).
e.
Petikan kasar:
bila yang dipetik dengan tiga lembar daun tua atau lebih daun burung dengan
satu, dua, tiga lembar daun tua (p + 3, p + 4, b + 1t, b + 2t, b + 3t).
f.
Petikan kepel:
bila daun yang ditinggalkan pada perdu hanya kepel (p + n/k, b + n/k).
Jenis
pemetikan yang dilakukan selama satu daun pangkas terdiri dari:
1.
Pemetikan
jendangan
Pemetikan jendangan
ialah pemetikan yang dilakukan pada tahap awal setelah tanaman dipangkas, untuk
membentuk bidang petik yang lebar dan rata dengan ketebalan lapisan daun
pemeliharaan yang cukup, agar tanaman mempunyai potensi produksi yang tinggi.
2.
Pemetikan
produksi
Pemetikan produksi dilakukan
terus menerus dengan daur petik tertentu dan jenis petikan tertentu sampai
tanaman dipangkas kembali. Pemetikan produksi yang dilakukan menjelang tanaman
dipangkas disebut “petikan gendesan”, yaitu memetik semua pucuk yang memenuhi
syarat untuk diolah tanpa memperhatikan daun yang ditinggalkan (Kartawijaya,
1978).
Pengolahan daun teh dimaksudkan untuk mengubah
komposisi kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan
yang memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya, seperti
warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Bahan kimia yang terkandung
dalam daun teh terdiri dari empat kelompok yaitu subtansi fenol (catechin dan flavanol),
subtansi bukan fenol (pectin, resin. vitamin, dan mineral), subtansi
aromatik dan enzim-enzim.
Daun teh yang dipetik, awal mula melewati proses
pelayuan yang memakan waktu 18 jam disebuah tempat berbentuk persegi panjang
bernama withered trough. Setiap 4 jam daun dibalik secara manual.
Masing-masing withered trough memuat 1 sampai 1,5 ton daun teh.
Fungsi dari proses pelayuan ini adalah untuk menghilangkan kadar air sampai
dengan 48%. Daun-daun teh yang sudah layu kemudian dimasukan kedalam gentong
dan diangkut menggunakan monorel ke tempat proses berikutnya. Dari monorel
daun-daun dimasukan ke mesin penggilingan. 1 mesin memuat 350 kg daun teh dan
waktu untuk menggiling adalah 50 menit. Setelah digiling, daun teh dibawa
ketempat untuk mengayak. Proses untuk mengayak ini terjadi beberapa kali dengan
hasil hitungan berdasarkan jumlah mengayak: bubuk 1, bubuk 2, bubuk 3, bubuk 4,
dan badag.
Sementara itu hasil ayakan terakhir yaitu badag
tidak melewati proses fermentasi. Badag dan bubuk-bubuk yang telah melewati
proses fermentasi kemudian dibawa ke ruangan berikutnya untuk dikeringkan.
Lamanya proses pengeringan adalah 23 menit dengan suhu 100o C. Bahan bakar
untuk proses pengeringan ini adalah kayu dan batok kelapa untuk rasa yang lebih
enak. Usai dikeringkan, daun dibawa ke ruangan sortasi,. Ada 3 jenis
pekerjaan yang dilakukan diruangan sortasi. pertama, memisahkan daun teh
yang berwarna hitam dan yang berwarna merah dengan
menggunakan alat yang disebut Vibro. Kedua, memisahkan ukuran besar
dan ukuran kecil. Setelah semua proses selesai dikerjakan maka teh
harus diperiksa dahulu (quality control). Bila daun tersebut memenuhi standar
maka akan dikemas ditempat penyimpanan sementara (disimpan didalam tong plastik
berukuran besar). Bila sudah siap untuk dipasarkan, contohnya di ekspor
maka daun tehyang siap dipasarkan tersebut akan dikemas
kedalam papersack (Setyamidjadja, 2000).
Comments
Post a Comment